Kamis, 21 Februari 2019

Menyapa Bunga


Menyapa Bunga

Tak sadarkah dirimu menjadi lirik bagi waktu?
Yang tanpa lelah melantunkan rasa yang disebut rindu?
Diri ini seakan tak mampu berdamai dengan mimpi yang bisu
Terabaikan melalui angin yang berhembus tersipu merdu

Sepi hanyalah penggalan kata yang berusaha kuat untuk menepi
Dari bias jarak yang kau ukir hingga habisnya mentari
Dari sudut malam yang utuh saat purnama tak ragu memiliki
Dari bunga yang selalu kutemui sedang tersenyum menari

Sapa hanyalah untaian irama yang memohon untuk menjadi senada
Bolehkah aku melantunkan satu kata yang lebih sederhana?
Sanggupkah aku mengingat namamu yang enggan bersuara?
Dalam senja yang tak kunjung menyapa

Sabtu, 04 November 2017

Setengah Teduh

Setengah Teduh

Dipeluk malam, aku berpaling dari bias perhatianmu
Dicambuk rindu, pecahan kenangan menusukku bisu
Diikat semu, senyum yang dulu tersapu bersama waktu
Diiringi sendu, kau tuang hitam di ukiran cangkirku

Apakah dia yang melantunkan malam akan memelukku segera?
Apakah bulan yang setengah teduh akan menunjukan parasnya?
Dirimu sedang bersandar dengan larut dan heningnya purnama
Tak perlu harap yang mengalirkan sapaan di penghujung kata

Disaat gelap meminta untuk beriring mendampingi langkah,
Bisakah kau menggenggamku tanpa ada kata setelah?

Sabtu, 03 Desember 2016

Mengarungi Benang Waktu

Mengarungi Benang Waktu

Malam memang selalu berganti malam
Bertukar cawan dengan sendu dalam mendung yang terdiam
Manisnya penantian mengusap ragu yang mulai menusuk dalam
Membuka selimut yang senantiasa berada diatas genggam

Nada deru tertera di bias ramah lembutnya angin
Walau senandung berwarna indah, tetap ku tak ingin
Bersua, memanja ditengah dingin
Mengusik mekar yang telah kau ukir, dengan nuansa lain

Bernyanyilah di sebelahku, wahai kau yang selalu tertuju
Temani kicau tersipu, yang kala pagi menyambut senyummu
Do’a ku selalu mengarungi benang waktu,

Hingga sampai ke dekapan lembut mu..

Sabtu, 25 Juni 2016

Senyummu Kepada Senja

Senyummu Kepada Senja

Terlepas dari jarak yang selalu tulus dan lembut mengizinkan langkah untuk berpijak
Entah setengah bagian dari jiwa menegaskan melalui malam untuk selalu beranjak
Berapa kali sudah deru angin kuizinkan mengikis langkah, sementara raga selalu bergerak?
Mengikuti sosok manis yang membuat waktu tak sanggup memeluk kehendak

Dimana bisa ku cari tempat untuk mengheningkan redup tatapan
Jika malam saja tetap angkuh merangkul hangatnya sapaan
Mempertegas kata yang tenggelam, selalu dihadapan rembulan
Kala bicara tak mampu menyentuhmu dalam dekapan

Jika saja tak ada malam yang tanpa henti, meminta untuk berganti
Jangan kau beri tahu aku untuk berharap dalam semu sore ini
Kepadamu yang selalu melepas senyum kepada langit di senja ini,
Sungguh aku yang selalu diam mengaggumi tanpa mengenal diri..

Kamis, 17 Maret 2016

Baris Isyarat, Kasih Kelabu

Baris Isyarat, Kasih Kelabu

Detik menghempas tatanan kata yang sudah ku lukis
Sosok peneduh hati meninggalkan diri sedang setengah tak menangis
Aku terdiam antara redupnya awan dan angkuhnya langit kelabu
Seperti ada yang berbisik,
Mendorong beranjak dari sentuhan yang terasa biru

Diri seolah tak pantas ingin disebut peredam pilu
Silih berganti sandaran yang berbicara teduh menuju sendu
Mungkin yang mengalir melalui hati tak sebening indah lisanmu
Sehelai perhatian kecil pun dapat memeluk dalam sepi ku

Aku tak tahu, apa yang tak ingin kau tahu
Aku tak tahu, apa yang tak ingin ku tahu
Baris pertanyaan selalu mengikat diri saat menatap parasmu
Engkau satu yang kuinginkan,

Untuk menjawab isyarat kasih yang tercipta dariku

Jumat, 09 Oktober 2015

Bukan puisi, Sedalam realitas

Sekelebat retakan-retakan memaksa diri untuk menganyunkan pena kembali,
hal yang tak terduga terkadang menyentak pikiran sampai ke dalam,
apakah ada yang janggal dari yang sedang terjadi? apakah ada yang terlewat dari semua yang terlewat?

Aku bukan sedang mencurahkan seperti yang orang lakukan. kali ini aku bukan berniat untuk menulis puisi atau semacamnya, bila aku bisa menjadi punggung dan tombak, akan segera kulakukan,

Aku sedang berusaha untuk membawa semampuku, tunggulah sedikit lagi sampai tangan-tanganku lebih kuat. tulisan ini pun tidak pantas disebut tulisan, karena diluar dari kata indah, sedalam kata realitas.

Rabu, 16 September 2015

Detik Yang Tak Mati

Detik Yang Tak Mati

Aku sedang disini, masih dan harus disini
Menuntun detik yang tak menjanjikan penolakan jika kembali,
Kepada yang teriknya selalu menangkap pandangan saat ini
Apakah titik temu raga ini dan yang akan datang ditentukan oleh teori?

Orang bodoh mana yang berani menyela matahari?
Orang bodoh mana yang berani mengikat detik di tangannya sendiri?
Apakah seberani itu? Jika waktu harus berdusta kepada teguhnya diri?
Apakah seberani itu? Jika yang sudah terlewat akan mengingkar demi hari?

Jangan anggap tangan yang kosong tidak menggenggam                
Meski samar, jiwa ini tak sedikitpun pernah mati
Di sela jari ini akan kugenggam asa sembari menatap matahari
Walaupun sampai di ujung, tubuhku akan menopang dirimu sampai nanti..